Salah satu peristiwa penting pada momen bulan
suci Ramadhan adalah datangnya malam lailatul qadar. Menurut berbagai riwayat,
malam yang digadang-gadang oleh seluruh umat Islam di dunia ini datang pada 10
hari terakhir bulan Ramadhan, khususnya di tanggal-tanggal ganjil.
Lalu, benarkah pertanda malam lailatul qadar di antaranya membekunya air, heningnya malam, dan menunduknya pepohonan, dan sebagainya? Yang pasti, dan ini harus diimani oleh setiap muslim berdasarkan pernyataan Al-Qur’an, bahwa “Ada suatu malam yang bernama Lailatul Qadar” (QS Al-Qadr: 1) dan malam itu merupakan “malam yang penuh berkah di mana dijelaskan atau ditetapkan segala urusan besar dengan kebijaksanaan” (QS Ad-Dukhan: 3).
Lalu, benarkah pertanda malam lailatul qadar di antaranya membekunya air, heningnya malam, dan menunduknya pepohonan, dan sebagainya? Yang pasti, dan ini harus diimani oleh setiap muslim berdasarkan pernyataan Al-Qur’an, bahwa “Ada suatu malam yang bernama Lailatul Qadar” (QS Al-Qadr: 1) dan malam itu merupakan “malam yang penuh berkah di mana dijelaskan atau ditetapkan segala urusan besar dengan kebijaksanaan” (QS Ad-Dukhan: 3).
Ditegaskan dalam Al-Qur’an, malam tersebut
adalah malam mulia dan tidak mudah diketahui betapa besar kemuliaannya. Ini
diisyaratkan oleh adanya “pertanyaan” dalam bentuk pengagungan, yaitu “Wa
ma adraka ma laylatul qadar.”. Untuk memperoleh pemahaman yang jernih
terkait malam lailatul qadar, Muhammad Quraish Shihab memberikan sejumlah
keterangan terkait arti kata qadar. Mufassir kenamaan tersebut memaparkan tiga
arti pada kata qadar tersebut.
Pertama,
qadar berarti penetapan atau pengaturan sehingga
lailatul qadar dipahami sebagai malam penetapan Allah bagi perjalanan hidup
manusia. Pendapat ini dikuatkan oleh penganutnya dengan Firman Allah pada Surat
Ad-Dukhan ayat 3. Ada ulama yang memahami penetapan itu dalam batas
setahun. Al-Qur’an yang turun pada malam lailatul qadar diartikan bahwa
pada malam itu Allah SWT mengatur dan menetapkan khiththah dan strategi bagi
Nabi-Nya Muhammad SAW guna mengajak manusia kepada agama yang benar yang pada
akhirnya akan menetapkan perjalanan sejarah umat manusia, baik sebagai individu
maupun kelompok.
Kedua, qadar berati kemuliaan.
Malam tersebut adalah malam mulia yang tiada bandingnya. Ia mulia karena
terpilih sebagai malam turunnya Al-Qur’an serta karena ia menjadi titik tolak
dari segala kemuliaan yang dapat diraih. Kata qadar yang berarti mulia
ditemukan dalam ayat ke-91 Surat Al-An’am yang berbicara tentang kaum
musyrik: Ma qadaru Allaha haqqa qadrihi idz qalu ma anzala Allahu ‘ala
basyarin min syay’i (mereka itu tidak memuliakan Allah sebagaimana
kemuliaan yang semestinya, tatkala mereka berkata bahwa Allah tidak menurunkan
sesuatu pun kepada manusia).
Ketiga, qadar berati sempit.
Malam tersebut adalah malam yang sempit, karena banyaknya malaikat yang turun
ke bumi, seperti yang ditegaskan dalam Surat Al-Qadar: Pada malam itu turun
malikat-malaikat dan ruh (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala
urusan. Kata qadar yang berarti sempit digunakan oleh Al-Qur’an antara lain
dalam ayat ke-26 Surat Ar-Ra’du: Allah yabsuthu al-rizqa liman yasya’
wa yaqdiru (Allah melapangkan rezeki bagi yang dikehendaki dan
mempersempitnya [bagi yang dikehendakinya]).
Lailatul qadar sangat tinggi nilainya. Ibadah
di malam itu lebih utama dari pada ibadah selama seribu bulan di bulan yang
lain. Kemudian takdir setiap orang selama setahun akan ditetapkan pada
waktu itu, asalkan pada malam itu mereka mau berbuat kebajikan kepada
semua orang dan beribadah kepada Allah dengan rasa ikhlas. Lailatul qadar
adalah kado yang paling berharga bagi Nabi Muhammad Saw. Karena umat sebelumnya
harus beribadah selama 83 tahun atau lebih, siang-malam, untuk bisa mendapatkan
kemuliaan itu. Allah memberi kado tersebut kepada umat Nabi Muhammad,
karena ingin mengimbangi umur umat terdahulu yang umurnya relatif panjang.
Lalu, kapan tepatnya
lailatul qadar itu terjadi? Para ulama berbeda pendapat tentang tanggalnya.
Tapi ketentuan lailatulqadar pada bulan Ramadhan, para ulama sepakat sesuai
dengan firman Allah dalam surat Al Baqarah ayat 185. anggal-tanggal pasti
mengenai kapan lailatulqadar turun tidak ditemukan. Semuanya hanya berdasarkan
asumsi. Kecenderungan lailatulqadar pada sepuluh hari terakhir Ramadhan
didukung oleh banyak hadits, di antaranya hadits Siti Aisyah diriwayatkan
lafadznya Imam Bukhari sebagai berikut:
"Carilah lailatulqadar di malam yang ganjil dari sepuluh
malam terakhir bulan Ramadlan."
Lantas, bagaimana cara mencarinya?
Perbanyaklah ibadah di sepulum malam terakhir bulan Ramadhan. Puluhan ribu
malaikat akan menyambut siapa saja yang 'itikaf di masjid seraya berdzikir,
berpikir, beribadah, qiyamullail, membaca Al Quran, membaca shalawat,
beristighfar dan sebagainya. Berdasarkan hadits di atas, lailatulqadar
cenderung turun di malam hari pada tanggal yang ganjil. Itu artinya ada di
antara tanggal 21, 23, 25, 27 dan 29. Tapi boleh jadi lailatulqadar turun
pada malam-malam yang lainnya.
Untuk meraih keutamaan lailatulqadar, selain
dengan ibadah-ibadah di atas, bisa juga dilakukan dengan amalan lainnya.
Di antaranya dengan menghadiri majlis ilmu atau menuntut ilmu, shalat berjamaah,
istri berusaha mencari keridhaan suami, memberi bantuan kepada sesama
muslim dan sebagainya. Menurut Imam Malik, Rasulullah SAW telah bersabda :
"Siapa
yang menghadiri majlis ilmu pada bulan Ramadhan, setiap langkahnya berpahala
ibadah satu tahun dan dia ditempatkan di bawah arasy. Siapa yang membiasakan
shalat berjamaah pada bulan Ramadhan Allah akan memberi bagi setiap
rakaatnya sebuah kota yang dipenuhi dengan nikmat Allah berupa kasih sayang dan
aku sebagai penjaminnya. Dan tiada seorang isteri yang berusaha mencari
ridha suaminya pada bulan Ramadhan kecuali akan mendapatkan pahala Siti Maryam
dan Siti Aisyah. Dan siapa yang memberi bantuan kepada sesama muslim pada bulan
Ramadhan, Allah akan memberi batuan kepadanya seribu hajat di Hari Qiyamah."
Akan tetapi, Imam Al-Ghazali dan
beberapa ulama’ lainnya berkata bahwa Lailatul Qadar dapat diketahui dari hari
permulaan bulan Ramadhan. Jika hari pertama Ramadhan jatuh pada hari Ahad atau
hari Rabu,, maka Lailatul Qadar jatuh pada malam kedua puluh sembilan. Jika
hari pertama Ramadhan jatuh pada hari Senin, maka Lailatul Qadar jatuh pada
malam kedua puluh satu. Jika hari pertama Ramadhan jatuh pada hari Selasa atau
Jumat, maka Lailatul Qadar jatuh pada malam kedua puluh tujuh. Jika hari
pertama Ramadhan jatuh pada hari kamis, maka Lailatul Qadar jatuh pada malam
kedua puluh lima. Jika hari pertama Ramadhan jatuh pada hari Sabtu, maka
Lailatul Qadar jatuh pada malam kedua puluh tiga.
Lalu mengapa Allah SWT merahasiakan malam lailatul qadar
? Allah SWT memang sengaja
menyamarkan beberapa perkara bagi manusia. Salah satunya adalah malam seribu
bulan, lailatul qadar. Allah SWT
telah merahasiakan tentang malam Lailatul Qadar kepada umat manusia agar mereka
senantiasa bersungguh-sungguh dalam beribadah di malam-malam Ramadan berharap
agar bisa menemukannya. Seperti halnya Allah SWT merahasiakan ‘salat
al-wustha’, merahasiakan ismul a’dham, merahasiakan waktu mustajab di hari
jum’at, merahasiakan kemarahan-Nya dalam entah bentuk kemaksiatan apa,
merahasiakan keridha-Nya entah dalam bentuk ketaatan apa, dan seperti halnya
pula Allah SWT merahasiakan kapankah jatuhnya hari kiamat. Semua itu semata
karena rahmat-Nya dan hikmah-Nya.”
Pertanyaan :
Bagaimanakah hukum mencicipi makanan
untuk mengukur rasa makanan tersebut supaya tidak terlalu asin, pedas dan
sebagainya ?
Jawaban :
Boleh dan tidak makruh bila ada hajat,
asal hanya sebatas lidah dan tidak sampai tertelan. Namun bila tidak ada hajat,
maka dimakruhkan. Hal ini sebagaimana pendapat Imam Syarqawi : “Dimakruhkan
mencicipi makanan (bagi orang yang puasa…) tersebut bila memang bagi orang yang
tidak ada kepentingan sedangkan bagi seorang pemasak makanan baik laki-laki
atau perempuan atau orang yang memiliki anak kecil yang mengunyahkan makanan
buatnya maka tidak dimakruhkan mencicipi makanan buat mereka seperti apa yang
di fatwakan Imam Az-Ziyaadi”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar