Senin, 19 Juni 2017

Menggapai Malam Lailatul Qadar

Salah satu peristiwa penting pada momen bulan suci Ramadhan adalah datangnya malam lailatul qadar. Menurut berbagai riwayat, malam yang digadang-gadang oleh seluruh umat Islam di dunia ini datang pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan, khususnya di tanggal-tanggal ganjil.
Lalu, benarkah pertanda malam lailatul qadar di antaranya membekunya air, heningnya malam, dan menunduknya pepohonan, dan sebagainya? Yang pasti, dan ini harus diimani oleh setiap muslim berdasarkan pernyataan Al-Qur’an, bahwa “Ada suatu malam yang bernama Lailatul Qadar” (QS Al-Qadr: 1) dan malam itu merupakan “malam yang penuh berkah di mana dijelaskan atau ditetapkan segala urusan besar dengan kebijaksanaan” (QS Ad-Dukhan: 3).

Ditegaskan dalam Al-Qur’an, malam tersebut adalah malam mulia dan tidak mudah diketahui betapa besar kemuliaannya. Ini diisyaratkan oleh adanya “pertanyaan” dalam bentuk pengagungan, yaitu “Wa ma adraka ma laylatul qadar.”. Untuk memperoleh pemahaman yang jernih terkait malam lailatul qadar, Muhammad Quraish Shihab memberikan sejumlah keterangan terkait arti kata qadar. Mufassir kenamaan tersebut memaparkan tiga arti pada kata qadar tersebut.

Pertama, qadar berarti penetapan atau pengaturan sehingga lailatul qadar dipahami sebagai malam penetapan Allah bagi perjalanan hidup manusia. Pendapat ini dikuatkan oleh penganutnya dengan Firman Allah pada Surat Ad-Dukhan ayat 3. Ada ulama yang memahami penetapan itu dalam batas setahun. Al-Qur’an yang turun pada malam lailatul qadar diartikan bahwa pada malam itu Allah SWT mengatur dan menetapkan khiththah dan strategi bagi Nabi-Nya Muhammad SAW guna mengajak manusia kepada agama yang benar yang pada akhirnya akan menetapkan perjalanan sejarah umat manusia, baik sebagai individu maupun kelompok.

Kedua, qadar berati kemuliaan. Malam tersebut adalah malam mulia yang tiada bandingnya. Ia mulia karena terpilih sebagai malam turunnya Al-Qur’an serta karena ia menjadi titik tolak dari segala kemuliaan yang dapat diraih. Kata qadar yang berarti mulia ditemukan dalam ayat ke-91 Surat Al-An’am yang berbicara tentang kaum musyrik: Ma qadaru Allaha haqqa qadrihi idz qalu ma anzala Allahu ‘ala basyarin min syay’i (mereka itu tidak memuliakan Allah sebagaimana kemuliaan yang semestinya, tatkala mereka berkata bahwa Allah tidak menurunkan sesuatu pun kepada manusia).

Ketiga, qadar berati sempit. Malam tersebut adalah malam yang sempit, karena banyaknya malaikat yang turun ke bumi, seperti yang ditegaskan dalam Surat Al-Qadar: Pada malam itu turun malikat-malaikat dan ruh (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Kata qadar yang berarti sempit digunakan oleh Al-Qur’an antara lain dalam ayat ke-26 Surat Ar-Ra’du: Allah yabsuthu al-rizqa liman yasya’ wa yaqdiru (Allah melapangkan rezeki bagi yang dikehendaki dan mempersempitnya [bagi yang dikehendakinya]).

Lailatul qadar sangat tinggi nilainya. Ibadah di malam itu lebih utama dari pada ibadah selama seribu bulan di bulan yang lain. Kemudian takdir  setiap orang selama setahun akan ditetapkan pada waktu itu, asalkan pada malam itu  mereka mau berbuat kebajikan kepada semua orang  dan beribadah kepada Allah dengan rasa ikhlas. Lailatul qadar adalah kado yang paling berharga bagi Nabi Muhammad Saw. Karena umat sebelumnya harus beribadah selama 83 tahun atau lebih, siang-malam, untuk bisa mendapatkan kemuliaan itu. Allah memberi kado tersebut  kepada umat Nabi Muhammad, karena ingin mengimbangi umur umat terdahulu yang umurnya relatif panjang.

Lalu, kapan tepatnya lailatul qadar itu terjadi? Para ulama berbeda pendapat tentang tanggalnya. Tapi ketentuan lailatulqadar pada bulan Ramadhan, para ulama sepakat sesuai dengan firman Allah dalam surat Al Baqarah ayat 185. anggal-tanggal pasti mengenai kapan lailatulqadar turun tidak ditemukan. Semuanya hanya berdasarkan asumsi. Kecenderungan lailatulqadar pada sepuluh hari terakhir Ramadhan didukung oleh banyak hadits, di antaranya hadits Siti Aisyah diriwayatkan lafadznya Imam Bukhari sebagai berikut:
"Carilah lailatulqadar di malam yang ganjil dari sepuluh  malam terakhir bulan  Ramadlan."

Lantas, bagaimana cara mencarinya? Perbanyaklah ibadah di sepulum malam terakhir bulan Ramadhan. Puluhan ribu malaikat akan menyambut siapa saja yang 'itikaf di masjid seraya berdzikir, berpikir, beribadah, qiyamullail, membaca Al Quran, membaca shalawat, beristighfar dan sebagainya. Berdasarkan hadits di atas, lailatulqadar cenderung turun di malam hari pada tanggal yang ganjil. Itu artinya ada di antara tanggal 21, 23, 25, 27 dan 29. Tapi boleh jadi lailatulqadar  turun pada malam-malam yang lainnya.

Untuk meraih keutamaan lailatulqadar, selain dengan ibadah-ibadah di atas, bisa juga  dilakukan dengan amalan lainnya. Di antaranya dengan menghadiri majlis ilmu atau menuntut ilmu, shalat berjamaah, istri berusaha mencari keridhaan suami, memberi bantuan  kepada sesama muslim dan sebagainya. Menurut Imam Malik, Rasulullah SAW telah bersabda :
                    
"Siapa yang menghadiri majlis ilmu pada bulan Ramadhan, setiap langkahnya berpahala ibadah satu tahun dan dia ditempatkan di bawah arasy. Siapa yang membiasakan shalat berjamaah pada bulan Ramadhan Allah akan memberi  bagi setiap rakaatnya sebuah kota yang dipenuhi dengan nikmat Allah berupa kasih sayang dan aku sebagai penjaminnya. Dan  tiada seorang isteri yang berusaha mencari ridha suaminya pada bulan Ramadhan kecuali akan mendapatkan pahala Siti Maryam dan Siti Aisyah. Dan siapa yang memberi bantuan kepada sesama muslim pada bulan Ramadhan, Allah akan memberi batuan kepadanya seribu hajat di Hari Qiyamah."

Akan tetapi, Imam Al-Ghazali dan beberapa ulama’ lainnya berkata bahwa Lailatul Qadar dapat diketahui dari hari permulaan bulan Ramadhan. Jika hari pertama Ramadhan jatuh pada hari Ahad atau hari Rabu,, maka Lailatul Qadar jatuh pada malam kedua puluh sembilan. Jika hari pertama Ramadhan jatuh pada hari Senin, maka Lailatul Qadar jatuh pada malam kedua puluh satu. Jika hari pertama Ramadhan jatuh pada hari Selasa atau Jumat, maka Lailatul Qadar jatuh pada malam kedua puluh tujuh. Jika hari pertama Ramadhan jatuh pada hari kamis, maka Lailatul Qadar jatuh pada malam kedua puluh lima. Jika hari pertama Ramadhan jatuh pada hari Sabtu, maka Lailatul Qadar jatuh pada malam kedua puluh tiga.

Lalu mengapa Allah SWT merahasiakan malam lailatul qadar ? Allah SWT memang sengaja menyamarkan beberapa perkara bagi manusia. Salah satunya adalah malam seribu bulan, lailatul qadar. Allah SWT telah merahasiakan tentang malam Lailatul Qadar kepada umat manusia agar mereka senantiasa bersungguh-sungguh dalam beribadah di malam-malam Ramadan berharap agar bisa menemukannya. Seperti halnya Allah SWT merahasiakan ‘salat al-wustha’, merahasiakan ismul a’dham, merahasiakan waktu mustajab di hari jum’at, merahasiakan kemarahan-Nya dalam entah bentuk kemaksiatan apa, merahasiakan keridha-Nya entah dalam bentuk ketaatan apa, dan seperti halnya pula Allah SWT merahasiakan kapankah jatuhnya hari kiamat. Semua itu semata karena rahmat-Nya dan hikmah-Nya.

Pertanyaan :

Bagaimanakah hukum mencicipi makanan untuk mengukur rasa makanan tersebut supaya tidak terlalu asin, pedas dan sebagainya ?

Jawaban :

Boleh dan tidak makruh bila ada hajat, asal hanya sebatas lidah dan tidak sampai tertelan. Namun bila tidak ada hajat, maka dimakruhkan. Hal ini sebagaimana pendapat Imam Syarqawi : “Dimakruhkan mencicipi makanan (bagi orang yang puasa…) tersebut bila memang bagi orang yang tidak ada kepentingan sedangkan bagi seorang pemasak makanan baik laki-laki atau perempuan atau orang yang memiliki anak kecil yang mengunyahkan makanan buatnya maka tidak dimakruhkan mencicipi makanan buat mereka seperti apa yang di fatwakan Imam Az-Ziyaadi”


Tidak ada komentar:

Posting Komentar