Minggu, 10 September 2023

UPAYA MEMBENDUNG RADIKALISME DENGAN MELAKUKAN DERADIKALISASI PEMAHAMAN SURAH AL-FATH AYAT 29

Dr. Afrizal El Adzim Syahputra, Lc., MA

STIT Sunan Giri Trenggalek

PKDP 2023 PTP UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung

 

Pendahuluan

Deradikalisasi merupakan salah satu upaya untuk membendung berbagai faham radikal. Diantara bentuk deradikalisasi adalah menghilangkan pemahaman radikal terhadap beberapa ayat al-Qur’an. Pemahaman radikal ini muncul dilatarbelakangi oleh minimnya pemahaman dan pengetahuan tentang ayat-ayat al-Qur’an. Jika dibiarkan, pemahaman radikal ini akan berdampak pada hilangnya pemahaman yang moderat terhadap al-Qur’an dan munculnya berbagai macam pertikaian dan permusuhan baik antar suku maupun golongan. Kedua permasalahan ini sangat bertentangan dengan konsep moderasi beragama. Selain itu, kedua permasalahan ini menjadi penghalang untuk membumikan moderasi beragama, khususnya di tanah air tercinta, Indonesia.

Diantara  ayat Al-Quran yang disalahpahami oleh sebagian orang adalah ayat 29 Surah Al-Fath. Kesan pertama orang yang membaca dan memahami ayat ini adalah sikap keras Nabi Muhammad SAW. melawan orang-orang kafir. Dalam ayat ini seolah-olah Nabi saw. digambarkan sebagai seorang utusan yang tidak menyukai orang-orang kafir. Gambaran inilah yang kemudian dijadikan rujukan beberapa komunitas sesuai pandangan dan pemahamannya. Hal ini berimplikasi pada munculnya tindakan radikal dan ekstremis terhadap non-Muslim. Dalam konteks Indonesia, ada beberapa cuitan netizen di Twitter yang masih belum sepenuhnya memahami kalimat tersebut. Salah satunya adalah komentar  akun @musyhad pada  12 April 2022 yang menyatakan “yang diharamkan adalah toleransi terhadap orang kafir.” Nabi Muhammad SAW penuh kasih sayang terhadap umat Islam dan keras serta kasar terhadap orang-orang yang tidak beriman.”

Pendapat akun @musyhad ini memberikan kesan bahwa seakan Rasul Saw. selalu bersikap keras dan tegas kepada orang-orang kafir. Contoh yang lain adalah komentar dari akun @Doni13587681 pada tanggal 17 Juni 2022 yang berpendapat bahwa “ciri-ciri pengikut Rasul Saw. adalah berkasih sayang kepada sesama orang beriman dan keras kepada kekafiran. Selain yang memenuhi ciri di atas hanya golongan orang kafir. Pendapat akun @Doni13587681 sangat berbahaya jika dikonsumsi oleh orang awam yang kurang mengetahui penjelasan ayat al-Qur’an.

Berdasarkan hal ini, deradikalisasi pemahaman surah Al-Fath ayat 29 sangat dibutuhkan sebagai upaya mencegah pemahaman radikal terhadap ayat al-Qur’an, khususnya bagi para juru dakwah yang beberapa kali mengutip dan menjelaskan ayat-al-Qur’an. Sebab, terkadang terdapat juru dakwah yang keliru dalam memahami beberapa ayat al-Qur’an. Kekeliuran ini berdampaka pada munculnya faham radikal dan sangat berbahaya jika dikonsumsi langsung oleh masyarakat awam. Penulis berharap dengan tulisan ini dapat memberikan wawasan pemahaman yang lebih komprehensif tentang surah Al-Fath ayat 29, sehingga dapat meminimalisir faham-faham radikal, khususnya berbagai faham radikal yang berkembang di Indonesia.

Pembahasan

Firman Allah Swt Dalam QS. Al-Fath : 29 :

مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ ‌أَشِدّاءُ ‌عَلَى الْكُفّارِ رُحَماءُ بَيْنَهُمْ تَراهُمْ رُكَّعاً سُجَّداً يَبْتَغُونَ فَضْلاً مِنَ اللهِ وَرِضْواناً سِيماهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْراةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوى عَلى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفّارَ وَعَدَ اللهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصّالِحاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْراً عَظِيماً

“Muhammad adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu melihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya. Pada wajah mereka tampak tanda-tanda bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam Taurat dan sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam Injil, yaitu seperti benih yang mengeluarkan tunasnya, kemudian tunas itu semakin kuat lalu menjadi besar dan tegak lurus di atas batangnya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan di antara mereka, ampunan dan pahala yang besar.”

Jika ayat ini hanya dipahami sekilas, maka akan menimbulkan kesan bahwa Rasul Saw. adalah utusan yang selalu bersikap keras dan kasar terhadap orang-orang kafir. Jika demikian, maka akan muncul pandangan bahwa orang-orang mukmin pun juga harus bersikap kasar dan keras di hadapan orang-orang non muslim. Ayat ini sering digunakan sebagai legitimasi dan bahan bakar untuk bersikap keras dan membenci orang-orang yang berbeda agama, meskipun mereka tidak pernah melakukan gangguan kepada orang-orang muslim. Karena itu, ayat ini perlu dikaji dari berbagai aspek agar tidak dipahami secara radikal.

Secara umum, ayat ini hendak menjelaskan bahwa Rasul saw. beserta para sahabatnya bersifat tegas terhadap orang-orang kafir dan lemah lembut terhadap orang-orang mukmin. Diantara orang-orang muslim tersebut terdapat orang-orang yang taat beribadah, yang perumpamaannya disebutkan di dalam kitab Taurat dan Injil. Ayat ini merupakan penjelasan lanjutan dari ayat sebelumnya, yang mengisahkan tentang ajaran yang dibawa oleh Nabi saw. sebagai ajaran yang benar dan merupakan petunjuk bagi umat manusia.

Kata yang menjadi sorotan penulis dalam ayat ini adalah kata As Shidda’ yang memiliki akar kata “al-shiddah”. Ibnu Mandzur berpendapat bahwa kata “al-shiddah” tidak selalu identik dengan kekerasan. Kata ini berbeda dengan kata “al-‘unf” yang secara semantik mempunyai arti kekerasan secara fisik. Kata “al-shiddah” bisa diartikan dengan “mempunyai jiwa keberanian dan keteguhan hati”. Artinya, tindakan yang dilakukan terukur dan mempertimbangkan aspek kemudaratan dan kemaslahatan. Substansi dari kata “al-shiddah” dalam QS. Al-Fath} : 29 ini adalah potensi yang di dalamnya terdapat keberanian dan keteguhan hati untuk melawan musuh yang menebarkan kezaliman. Dan kata ini tidak bisa dibatasi hanya pada makna kekerasan yang dilakukan secara serampangan dan semena-mena.

Sementara itu, Imam al-Kha>zin, dalam kitab tafsirnya menjelaskan konteks historis ayat ini. Beliau berpendapat bahwa QS. Al-Fath} : 29 ini  diturunkan pada saat Rasul saw. akan melakukan ibadah haji, lalu dihalang-halangi oleh kelompok kafir Quraisy. Dengan kata lain, ayat ini diturunkan dalam kondisi yang tidak aman. Ada penyerangan dari orang kafir kepada beliau saw. dan umat Islam, saat mereka akan melaksanakan ibadah. Beliau saw. dan para sahabat merespons serangan mereka untuk menjaga diri agar tidak hanya diam saat menghadapi serangan orang kafir. Berdasarkan kejadian ini, maka terciptalah “sulh hudaibiyah” (perjanjian damai hudaibiyah).

Ayat ini turun pada saat suasana yang memanas antara pihak muslim dan non muslim. Pihak non muslim bersikeras menghalang-halangi pihak muslim agar tidak memasuki kota Mekah untuk melaksanakan ibadah. Situasi ini mengharuskan pihak muslim untuk bersikap tegas dan keras terhadap non muslim sebagai upaya untuk mempertahankan diri, menjaga kelangsungan hidup mereka dan menjaga marwah dan kehormatan umat Islam agar tidak mudah diinjak-injak oleh orang-orang non muslim. Orang-orang muslim tidak memiliki cara lain selain bersikap demikian terhadap non muslim. Maka, dalam ayat ini, wajar jika sikap orang-orang muslim diungkapkan dengan kata “al-shidda>’ ‘ala> al-Kuffa>r”.

Memang, ayat ini menunjukkan salah satu kekuatan tentara muslim pada saat mereka berada di medan perang. Kendatipun demikian, tidak berarti sikap tersebut telah menghapuskan karakter perdamaian dalam tubuh umat Islam. Salah satu sosok yang bisa dijadikan teladan adalah Umar bin Al-Khattab. Beliau merupakan sosok sahabat yang gigih di medan perang, tetapi juga menjadi seorang sahabat dan khalifah yang gigih memperjuangkan perdamaian dan kemaslahatan.

Terdapat fakta menarik yang perlu diketahui mengenai sikap Rasul saw. dalam merespon ayat 29 dalam surah al-Fath. Ketika ayat ini diturunkan, Beliau saw. secara bersamaan juga sedang berupaya melakukan perdamaian dengan para pembesar kafir Quraisy melalui perjanjian damai (suluh) Hudaibiyah. Bahkan, sikap keras dan kaku dalam menghadapi mereka tidak terlihat dari beliau saw. Ketika beliau saw. mampu melakukan pembalasan atas kezaliman mereka yang pernah menghalang-halangi beliau saw. untuk melaksanakan ibadah itu, beliau tidak berminat membalas sedikit pun. Beliau saw. justru menampakkan akhlaknya yang mulia. Peristiwa ini terjadi saat pembebasan kota Makkah (Fathu Makkah).

Menurut Zuhairi Misrawi, setidaknya ada banyak hal yang dapat dipetik dari ayat ini. Pertama, Tuhan menggunakan dua istilah yang satu sama lain merupakan sebuah kesatuan untuk membangun keseimbangan, yaitu tegas (asyidda’) dan lemah lembut (ruhama’). Tegas terhadap lawan dan lemah lembut terhadap kawan. Maka, ayat ini bisa dijadikan sebagai salah satu modal untuk membangun toleransi di dalam internal agama. Tidak mungkin toleransi dapat dibangun di dalam internal agama jika tidak menggunakan mekanisme solidaritas dan kerukunan yang semestinya.

Kedua, tegas terhadap musuh tidak bertentangan dengan makna dan substansi toleransi. Ayat ini secara nyata menjelaskan bahwa sikap Rasul saw. dan para sahabatnya terhadap musuh bukanlah merupakan hal baru. Dalam beberapa agama terdahulu (misal ; Kristen dan Yahudi), sikap tegas merupakan hal yang juga dipraktikkan. Sebab semua agama memiliki tujuan melawan ketidakadilan, kezaliman dan keditaktoran. Dan sudah bisa dipastikan bahwa kezaliman, ketidakadilan dan keditaktoran merupakan pangkal dari perselisihan dan konflik. Karena itu, ayat ini mengajak kita agar gigih melawan musuh yang berbuat zalim agar tidak ada kezaliman di bumi ini. 

Ketiga, ayat ini mengajak kita agar konsisten dalam menegakkan iman dan amal saleh, sebagai sebuah komitmen kebangsaan. Pesan ini merupakan penutup ayat yang paling penting, sebab iman dan amal saleh merupakan ajaran terpenting dalam Islam. Di samping pesan yang secara ekplisit bernuansa perlawanan dan kekerasan, pada akhirnya Tuhan mengingatkan kita semua agar kembali ke khittah, yaitu membangun keberagaman yang berlandaskan iman dan amal saleh. Pada akhir ayat ini disebutkan bahwa “Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan di antara mereka, ampunan dan pahala yang besar”.

Kesimpulan dan Penutup

            Ayat ini diturunkan dalam situasi umat Islam yang diserang oleh orang-orang kafir. Maka, umat Islam harus merospen serangan ini dengan tegas dalam rangka melindungi diri mereka. Dengan demikian, ayat ini tidak dapat digunakan sebagai hujjah untuk bersikap keras terhadap semua non muslim. Sikap ini justru akan menimbulkan konflik yang berlarut larut antara kedua belah pihak. Padahal tujuan utama agama Islam adalah rahmatan li al‘alamin (kasih sayang kepada seluruh alam semesta). Pada akhirnya, tulisan ini diharapkan dapat meredam radikalisme yang sudah berkembang di kalangan umat Islam, khususnya umat muslim Indonesia


Sumber Rujukan : 
1. ‘Ala>’ Al-Di>n Al-Khazin. Luba>b al-Ta’wi>l Fi> Ma‘a>n al-Tanzi>l. Beiru>t: Da>r Al-Fikr, 1979.
2. Nadirsyah Hosen. Tafsir Al-Qur’an Di Medsos : Mengkaji Makna dan Rahasia Ayat Suci Pada Era Media Sosial. Yogyakarta: Bentang Pustaka, 2019.
3. Zuhairi Misrawi. Al Quran Kitab Toleransi: Tafsir Tematik Islam Rahmatan Lil’Alamin. Jakarta: Pustaka Oasis, 2010.

Al-